Jumat, 25 Januari 2008

Menunggu Suami Ngepet



Baru berasa dan memahami perasaan seorang istri yang menunggu suaminya ngepet nyari rezeki yang seutuhnya tidak halal. Ketika ditinggalkan oleh teman2 PSIK yang memutari Situ Lembang dengan prediksi 3 jam akan sampai lagi ke tempat semula. 11 orang mengitari Situ Lembang dan 2 orang , dati dan saya menunggu di tenda karena sempat muntah semalaman yang mungkin kaerena gak terbiasa makan gak nasi setengah matang, cumi asin rasa soto daging ala Dati yang dibeli supaya dati gak ngambek (maap dat, selow lah kita...) juga karena terbiasa hidup di zona nyaman peradaban.
3 jam berlanjut dan masih belum khawatir karena yakin mereka meneduh dulu sehingga terlambat dan kami masih menjaga api agar tetap menyala. Aan dan hari yangmemang berniat menyusul akhirnya datang dan mulai menakuti kami ,"Situ lembang mah cuma dikitarin 1 jam"
Sedikit membuat kami panik. jam 11 hari mulai menyusul mereka dan observasi tempat. kami ditinggal bersama Aan . lalu ivan dan sawung datang. kami cukup mengobrol banyak untuk mengalihkan perasaan khawatir. Tidak lama hari datang lagi dan kami mulai membicarakan strategi bersama jika yang terburuknya mereka terseat dan kami harus menghubungi bantuan.
Rencananya adalah: Akan dibaut 3 team. Team 1 berisi saya, Hari, Aan, dan Sawung yang akan menelusuri jejak mereka, Dati dan Aul yang menunngu di Barak dan ivan yang akan menghubungi Dilvo dan anak2 GD lainnya untuk membantu pencarian mereka. suasana semakin tegang, lalu, ketika sudah 7 jam menghilang, Sawung, Hari dan Aan mulai mencari mereka lagi setelah baru menyadari mereka tidak membawa bahan makanan.
Aul dan Ivan yang baru datang dan kelelahan memutuskan untuk tidur terlebih dahulu.. tinggallah saya dan dati menunggu api dengan cemas. "Rasanya kayak nunggu suami ngepet ya dif, kita harus jagain apinya biar suami kita selamat sampe besok dan gak ditombak warga". "Bener banget dat, ni api gak boleh mati", walaupun alasan sebenarnya kami menjaga api adalah agar mereka dapat menghangatkan diri ketika pulang. kami semakin cemas ketika rombongan pencari datang dan mengatakan bahwa mereka tidak ditemukan. Kami lau menyusun rencana kembali untuk pencarian mereka besok.
Setelah lelah menjaga api, saya memutuskan untuk tidur dulu agar besok siap dalam kelompok penyelusuran. Tidak lelap dan dipaksakan, tapi tidur ini untuk menjaga fisik saja. tidak lama kemudian, Hari berteriak membanhunkan kami bahwa anank2 itu telah pulang setelah tersesat 12 jam. Cukup menyebalkan, melihat mereka pulang riang gembira sambil bernyanyi sementara kami yang menjaga tenda sudah seperti 2 orang istri yang menunggu suami ngepet dengan perasaan khawatir....
Yah,,, setidaknya mereka pulang.....

Minggu, 20 Januari 2008

Kapan Bajaj Belok?


Pada suatu ketika, 4 orang perempuan tak taat peraturan memilih untuk menggunakan jasa babaj daripada jalan kaki ke suatu tempat yang sebenarnya tidak terlalu jauh. Keempat perempuan itu adalah ibu angkat saya, ibu kandung saya, adik saya, dan saya sendiri. Kami cukup berani dengan memaksakan diri menaiki bajaj itu berempat-entah karena yakin kami terlalu proporsional atau pelit- untuk ke tempat tujuan berikutnya.

Seperti biasa, bajaj membuat kami bergetar. terkadang, berbicara pun seperti tidak ada gunanya. kami tidak telalu peduli pada ketidaknyamanan ini, hitung-hitung wisata jakarta saja dengan menaiki bajaj. lalu tiba-tiba bajaj yang kami naiki berbelok tajam, sehingga bajaj miring sebelah dan pintu penumpang yang terkunci longgar terbuka mendadak "BRAKKK..." saya hampir terlempar ke luar karena sialnya pada saat itu menjadi penumpang terdekat dari pintu keluar. Masih tercengang dan 3 penumpang perempuan lainnya yang memang biasanya panikan dan kagetan terdiam dan suasana dramatis mencekam. Tiba-tiba abang bajaj menoleh ke penumpangnya " Maap bu, neng,... Namanya juga bajaj, kalo belok, cuma saya dan tuhan yang tau. Mobil belakang juga gak tau, makanya hampir nubruk ni bajaj waktu mau belok. Kan kagak ade sen nya......"

Jumat, 18 Januari 2008

Cerewet --> monolog

Menjadi seseorang cerewet membuat saya jago juga menjadi monolog. Setidaknya pengalaman mengajari saya ketika seseorang ( seseorang di sini adalah sampel random, bisa siapa saja tanpa menunjuk seseorang yang spesial) ngambek atau sedang puasa berbicara dengan saya, saya masih saja tahan saja berbicara sampai seseorang tersebut maulai berbicara lagi atau setidaknya mengelus dada dengan kecerewetan saya.

Tidak buruk juga latihan monlog secara tidak langsung ini, setidaknya menjawab pertanyaan saya kenapa saya jarang cangging tampil berbicara di depan umum tanpa punya topik karena terkadang hanya mengejar eksistensi. Belajar monolog adalah juga belajar berbicara tanpa perlu berpikir panjang (walau juga dipikirkan) dengan komentar orang lain. Cukup membuat saya jago blaffing juga ternyata ketika saya kelimpungan mencari pembelaan atau jawaban ketika sadar saya tidak jadi monolog dan komentar terkadang datang bertubi-tubi..

Tapi,,, saya berterimakasih pada mama dan ayah yang entah sadar atau tidak mendidik anaknya ini menjadi seorang perempuan cerewet yang juga jago cari alasan. kayaknya saya mulai punya pikiran buat bikin partai aja nih... tinggal ngomong dan mencari pembenaran aja gak perlu IP tinggi kan?

The New " The Journal"

Setelah 1 tahun ngambek nulis jurnal harian , akhirnya "The Journal VIII-I" akan melaporkan catatan harian saya pada tahun 2008. the journal muncul pertama kalinya pada tahun 2003. saat saya kelas I(pertengahan) SMA dan masih amatiran nulis juurnal. the Journal III bukan berarti jurnal harian ketiga yang saya buat, tapi jurnal pada tahun 2003. Begitulah sampai The Journal VIII-I ( karena saya yakin ada the journal VIII-II) walaupun sempat absen karena the jornal VII yang rencananya akan ditulis di laptop saya, dihilangkan oleh seseorang yang hampir saja membuat the journal VIII-I hampir sama ceritanya dengan the journal VII.

Mengingat lagi The Journal III yang berisi tentang sekolah dan pendidikan yang menyebalkan, yang berawal dari waktu sekolah yang menyita saya dalam berkegiatan. Mengapa pada saat itu SMA saya masuk jam 7 pagi dan pulang jam 4 sore? tidak lain supaya para guru mendapat uang lembur. Selain itu juga berisi tentang pertentangan saya dengan Mr. Irdam, guru subjektif yang memfonis saya gak bisa lulus dengan enak dan akan terus gagal di fisika hanya karena nilai-nilai saya dan OSIS yang saya ikuti.

The Journal IV berisi tentang , masih kehidupan jaman SMA, cerita-cerita menarik kenapa saya sempat memilih untuk "jadian" lagi setelah pernah memilih untuk frigid dan jatuh cinta terhadap obrolan2 malam , rokok, dan kopi. Masih tentang Mr. Irdam, OSIS yang sangat membentuk saya menjadi manusia kritis dan secara tidak langsung mengenal feminisme ketika mencalonkan diri menjadi ketua osis (dan gagal).

The journal V berisi tentang keluarga. Ayah yang sedang sekarat dan divonis tidak akan bertahan lama ( dan memang benar) . ada cerita ketika saya menjadi seorang melankolis yang mengetahuai saya seorang father compleks (bukan dalam arti sebenarnya) dan mulai kehilangan waktu-waktu berdiskusi dan menyesatkan pikiran saya dalam dunia tanpa batas, dalam angan dan cita yang ditemani kopi dan rokok,,, dan juga Ayah.. ada cerita ketika saya kehilangan seseorang yang sangat saya cintai, kehilangan moment yang pernah menjadi rutinitas... ketika saya kehilangan seorang ayah dan kopi khas buatannya. ketika saya kehilangan "rumah" dan berada ditengah 2 keluarga. The journal V menemani saya sebagai pengganti moment yang pernah tercipta ketika seseorang pernah ada.

The Jornal VI adalah cerita yang menurut saya dramatis tanpa mendramatisasi. Cerita di dalamnya adalah cerita perjuangan saya tanpa ditemani seorang sahabat dan ayah yang pernah menjadi "The Journal" yang utama daripada sekedar catatan harian sebenarnya. The Journal VI semakin menjadi tulisan, karena saya mulai menceritakan pikiran saya dalam tulisan. tentang filsafat, science, psikologi, humaniora... saya menceritakan kembali pikiran-pikiran saya tentang hidup. kehilangan seseorang benar-benar memberikan saya pelajaran untuk mejadi melankolis dan menjadi sorang penulis.

The Journal VII -Journal yang hilang- jurnal ini tidak pernah saya bikin.

....semoga the journal VIII-I dapat menceritakan hidup saya tanpa melebih-lebihkan dan tanpa mendramatisir kejadian yang sebenarnya..

Kamis, 13 September 2007

MELIHAT KE DEPAN & BERPIKIR KE DALAM

Saat kita menempuh sebuah perjalanan hidup, kita harus mempunyai tujuan tentunya. Namun sebelumnya, sudahkan kita berpikir ke dalam dan mempertanyakan tujuan, harapan dan apa yang ingin kita capai dalam hidup? Benarkah hal tersebut menjadi tujuan kita?

Berpikir tentang visi, tujuan, harapan saya analogikan di sini sebagai melihat ke depan. Saat kita melihat ke depan, kita dapat melihat arah dan tujuan kita walaupun terkadang samar ataupun saat kita melihat lebih jelas lagi ternyata jalan yang kita tempuh salah. Dengan melihat ke depan, kita dapat bergeak, mulai melangkah dan menentukan langkah.

Mempertanyakan apa yang menjadi tujuan kita, kemampuan kita, dan sebagainya yang membutuhkan pemikiran filosofis, kalkulatif atau terkadang perasaan, dapat saya analogikan sebagai berpikir ke dalam. Dengan berpikir ke dalam, terkadang memang menggoyahkan tujuan dan memberikan kebimbangan. Namun dalam kebimbanganlah kita menentukan pilihan dan semakin yakin dengan arah yang di tempuh.

Saya pernah bercita-cita menjadi seorang atlet renag ketika berumur awal belasan. Dengan dunia renang yang saya tempuh, saya yakin sekali dengan kemampuan saya dan masa depan saya menjadi seorang atlet renang. Namun, dengan bertambahnya usia, saya semakin mempertanyakan pada diri saya “ apakah saya benar-benar ingin menjadi seorang atlet renang?”. Setelah lama berpikir ke dalam, maka keputusan yang saya ambil adalah meninggalkan dunia yang telah lama saya geluti. Sulit memang untuk rutinitas yang saya jalani semenjak kecil dan memulai dunia yang baru. Terlebih lagi, hal tersebut saya putuskan ketika saya belum berusia dewasa benar. Sayapun terkadang takut jika suatu saat nanti akan berubah pikiran dan cukup terambat untuk memulai lagi. Semakin dewasa, sayapun semakin memahami bahwa keputusan tersebut tepat dan saya bersyukur berani meningglakan dunia tersebut sebelum semakin sulit untuk melepasnya.

Sayapun kembaili meliha ke depan setelah berpikir ke dalam dan mempertanyakan apa sebenarnya yang menjadi harapan, tujuan dan apa yang saya harus lakukan dengan hidup ini, dengan dunia yang sangat saya cintai. SAYA INGIN SEMUA ORANG MEMPUNYAI KEBEBASAN BERPIKIR DAN BERPENDAPAT. Itulah yang terlintas dalam benak saya dan terus terlintas. Saat seseorang bertanya mengapa hal tersebut yang menjadi visi saya, ternyata kami sama-sama tahu bahwa tidak ada alasan yang cukup dramatis sehingga saya memilihnya menjaadi visi saya saat ini ( saya katakan saat ini karena memang bisa saja berubah dan saya tidak takut dengan perubahan visi). Perlukah kedramatisan ini? Tidak tentunya, karena hal tersebut adalah hal sederhana yang mungkin tidak kita miliki. “ Berpikir adalah awal dari tindakan, namun apa yang kita pikirkan belum tentu bebas dari belenggu ketakutan akan pikiran kita sendiri. Padahal, hanya yang ada dalam pikiranlah kebebasan total kita, perang logika, rasa dan kalkulasi yang menjadikannya keputusan untuk yakin bergerak. Semakin sedikit pilihan kita, semakin besar kemungkinan kita mengambil langkah yang salah”. Itulah jawaban sederhana saya saat itu.

Kembali ke topik semula, saya pikir, tidak perlu kita gengsi atau takut untuk merubah arah langkah, dan tujuan kita jika kita telah berpikir lagi ke dalam, menanyakan pada diri kita dan mempertanyakan segalanya. Karena semakin kita memilih, semakin pula kita yakin dan siap dengan pilihan kita untuk hidup ke depan.

Minggu, 02 September 2007

ACCEPT THE PAST

I`ts not your past because you can`t accept it……. I`ts your present, or maybe gonna be your future…. Badly, you’ll always stagnan because of it….

Sepertinya kita pernah menyimpan sesuatu yang belum selesai di masa lalu kita dan terus saja kita permasalahkan tanpa bisa kita menerimanya. Badly, kita mungkin tidak puas dan tidak memikirkan bagaimana menyelesaikannya. Mungkin seseorang pernah berbuat salah pada kita dan ego seorang manusia terkadang menuntut si pembuat salah untuk terus minta maaf dan menyalahkannya. Namun, pernahkah kita melihat, merasakan bagaimana si pembuat salah pernah memaafkan kita, pernah menangis karena kesalahan kita dan terus mendampingi kita saat kita kesal terhadapnya?

Aku adalah seorang perempuan yang pernah berada di posisi keduanya. Dengan track record yang suka berselingkuh, dan memagang teguh integritas perselingkuhan, tentu aku pernah ada di posisi tak temaafkan. L, someone in my past, mungkin tidak akan pernah memaafkan aku dan dia terus saja tidak mau bertegur sapa, bahkan melihat mataku sampai sekarang.

Aku juga pernah berada di posisi yang satunya lagi seperti yang aku katakan sebelumnya. Tapi aku telah memaafkan dia yang telah melakukan kesalahan, karena … aku berpikir bahwa hanya karena dimaafkanlah, seseorang akan mendapatkan pelajaran lebih banyak daripada tidak termaaafkan.

L, tidak memaafkan aku tentunya, sampai sekarang pun aku tidak peduli terhadap tidaktermaafkannya aku. Tepi seseorang yang pernah memafkan aku karena kasus yang sama membuat aku tidak pernah bisa melupakan apa saja yang telah seseorang tersebut berikan kepadaku. Dan karena seseorang tersebutlah aku belajar untuk bisa memeafkan seseorang. Belajar untuk bisa memberikan pelajaran yang terbaik untuk orang lain yang tidak bisa memaafkan dan tidak bisa memaafkan .

Apakah kita tidak bisa menerima kenyataan, kita bisa seenaknya saja menyalahkan seseorang tanpa ampun? Dan semakin membuatnya bingung bagaimana lagi cara meminta maaf dan terus saja menjadi sadokis dan masokis dengan saling membuka lagi luka yang seharusnya sudah tertutup oleh maaf dan menerima kenyataan.

Sabtu, 01 September 2007

TAKUT MEMULAI --> NYAMAN MENYALAHKAN DUNIA

Kita harus mulai lagi dari yang palin awal, kecuali jika kita ingin berputar selamanya dalam lingkaran tanpa memperoleh kemajuan yang berarti.

Francis Bacon (1561-1626)

Namun pertanyaannya adalah apakah kita berani memulai dari awal setelah sekian jauh kita melangkah walaupun kita sudah berkesimpulan bahwa langkah yang kita ambil tidak sesuai? Menurut yang saya lihat, banyak orang yang lebih setuju mengambil langkah yang salah dengan alasan bahwa dia sudah sejauh itu. Sejauh apa? Pertanyaan yang selalu saya layangkan . Bagaimana kita dapat berkesimpulan sudah terlalu jauh dari perjalanan awal?

Melihat pengalaman dan merasakan pengalaman seperti ini sudah tidak jarang. Mendengar alasan terlalu jauh dan tidak sanggup kembali, terdengar seperti suara seorang pengecut yang takut memulai lagi dari awal dan mereka mulai menyalahkan dunia terhadap apa yang dirasakannya. Terlalu sombong mengambil kesimpulan bahwa kita berjalan terlalu jauh. Perjalanan hidup bukankan dapat diulang, dipercepat, dan sangat panjang? Setua apa usia kita menempuh perjalanan hidup? Terlalu pengecut karena sepertinya menyalahkan dunia lebih kecil resikonya daripada bertanggungjawab atas hidup walau disalahkan oleh orang lain. KITA YANG MEMILIKI HIDUP BUKAN? KITA YANG SAMA-SAMA MENENTUKAN HIDUP BUKAN?

Mengapa harus takut memulai dari awal? Apakah merasa terlalu nyaman dengan menyalahkan keadaan? Padahal sudah jelas kita lihat kita hanya berada dalam lingkaran tanpa ada kemajuan yg berarti. Tidak lagikan kita mempunyai ambisi meraih apa yang kita mimpikan?

Kondisi ini mungkin saja bisa kita jadikan alat untuk menyalahkan orang lain, meminta perhatian orang lain, dan kita merasa bangga mempunyai permasalahan hebat. Sayang kawan, kita pasti tidak akan puas dengan menyalahkan orang lai bersenjatakan penderitaan kita. Kita hanyalah orang lumpuh pengemis sedekah perasaan. Kita akan kekurangan dengan penderitaan dan mulai menjadi masokis yang menyayat habis bekal keberanian untuk mulai lagi perjalanan dari awal. Kita mulai melebih-lebihkan dan semakin jauh dari mimpi-mimpi segar yang mungkin saja dekat dengan jalan yang seharusnya bisa kita mulai lagi….TAPI KITA HANYA ORANG YANG TERANJUR BANGGA DENGAN PENDERITAAN DAN NYAMAN DENGAN MENYALAHKAN KEADAAN DAN MENGEMIS-NGEMIS PERASAAN ORANG LAIN UNTUK MEMPERHATIKAN KITA LAGI….